Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan siap membantu membangun pendidikan di Afghanistan. Hal ini mengingat adanya pembatasan sekolah bagi pelajar perempuan untuk kelas menengah. Pembatasan itu, menurut penjelasan Pemerintah Afghanistan, hanya bersifat sementara karena kekurangan lokal atau ruang kelas.
“Jika itu problemnya, kami akan membantu Anda. NU akan membantu Anda. Jika kekurangan guru, kami kirim guru,” kata Wakil Ketua Umum PBNU KH Zulfa Mustofa menceritakan pertemuannya dengan Pemerintah Afghanistan kepada delegasi Global Exchange on Religion in Society (GERIS) saat berkunjung ke PBNU pada Rabu (6/7/2022).
Lebih dari itu, Kiai Zulfa juga menegaskan bahwa NU siap menampung pelajar atau pemuda Afghanistan yang hendak studi di Indonesia. “Jika ingin bersekolah di Indonesia, kirim kepada kami,” ujarnya.
Sebelumnya Kiai Zulfa bersama ulama-ulama OIC dari berbagai negara, bertemu dengan pemerintah Afghanistan di Kabul. Dalam kunjungan tersebut ia mendapat penjelasan, bahwa pelarangan atau ditutupnya sekolah kelas 7-12 adalah kebijakan sementara. Alasannya, mereka belum memiliki kelas yang cukup.
“Ini mungkin debatable. Bagaimana diatur laki-laki pagi dan perempuan siang. Kami tidak ingin membuat kebijakan terpisah-pisah. Mereka mendasarkan agama,” ujarnya.
Ulama dan pemerintah Afghanistan meminta agar ia dan perwakilan ulama Islam dunia agar memahami tradisi Afghanistan. Menurut penuturan mereka, penutupan sekolah justru bagian dari penghargaan terhadap perempuan.
“Anda harus paham tradisi lokal Afghanistan. Kami menutup sekolah perempuan untuk 7-12 bukan diskriminasi perempuan. Justru cara kami menghargai perempuan. Perempuan ibu dan istri kami,” kata Kiai Zulfa menyampaikan penjelasan dari pihak Afghanistan.
Saat menyimak penjelasan itu, Kiai Zulfa melihat ada ketulusan yang terpancar dari mata mereka. “Saya melihat ketulusan. Saya berharap itu betul, hanya sementara,” ujarnya.
Di samping itu, Kiai Zulfa juga mengatakan, bahwa tampaknya, pemerintah dan ulama Afghanistan belum memiliki kepercayaan terhadap UNDP yang identik dengan Barat.
“Ketidakpercayaan ini menjadi penghalang sehingga upaya ikhtiar NU dengan ulama-ulama OIC bagian dari jembatan kami,” ujar penulis kitab Tuhfatul Qashi wad Dani, Biografi Syekh Nawawi al-Bantani itu.
“Jika memang tidak bisa saling percaya. UNDP merasa frustasi dengan Taliban. Ulama Afghanistan UNDP dan Barat terlalu mengatur. Kami berharap bisa menjadi jembatan,” lanjutnya.
Kiai alumnus Pondok Pesantren Kajen, Pati, Jawa Tengah itu menegaskan akan selalu berkomunikasi dengan Afghanistan dalam rangka membangun perdamaian di sana. “Kami akan terus berkontak dengan mereka. Mungkin ada rombongan pemerintah Afghanistan datang ke NU,” pungkasnya.
Sumber: LINK