Nilai-nilai pendidikan yang selaras dengan Aswaja An-Nahdliyah hendaknya ditanamkan kepada anak sejak dini mungkin. Hal ini dikarenakan, pendidikan yang mereka peroleh sejak kecil akan memberikan bekas yang lebih kuat dalam jiwa dari pada pendidikan yang diperoleh saat dewasa.
Konsep pendidikan yang demikian, sudah jamak dipahami dan diamalkan oleh warga Nahdliyyin di Indonesia sejak dulu, khususnya di kalangan pesantren. Dalam implementasinya, kurikulum pendidikan madrasah diniyah di tingkat awal atau ibtidak pasti tidak jauh dari muatan pengenalan tauhid, adab dan budi-pekerti, shirah nabi, serta amaliyah keseharian.
Hal tersebut sesuai dengan warisan salaf, bahwa ajaran mendasar yang perlu ditanamkan pertama kepada seorang anak adalah aqidah yang benar. Berangkat dari aqidah dan tauhid yang benar, kemudian dibarengi dengan pendidikan akhlaqul karimah.
Dalam Al Quran, kita bisa melihat bagaimana seorang Luqman Al Hakim berkata kepada anaknya untuk tidak menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberikan pelajaran kepadanya. Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”(QS. Luqman [31]: 13).
Demikian juga yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Beliau berwasiat kepada anak-anaknya untuk senantiasa teguh dalam beraqidah. “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.”(QS. Al Baqarah : 132)
Selanjutnya, dari sini, kita juga dapat memahami, tugas mendidik anak adalah kewajiban dari setiap orang tua. Bagaimana bila orang tua tidak mampu mendidik akidah dan hal-hal penting lainnya ? Maka orang tua wajib memasrahkannya kepada guru atau ulama. Diriwayatkan dari Ayyub bin Musa, dari bapaknya, dari kakeknya, Rasulullah saw bersabda, “Tiada pemberian orang tua terhadap anaknya yang lebih baik dari adab yang baik.” (HR At-Tirmidzi).
Maka, apa yang telah menjadi adat kebiasaan umat Islam Indonesia sejak dulu dalam mendidik anak seperti mengirimkan anak-anak ke madrasah sejak dini, sorogan Al Quran sejak kecil, mendekatkan mereka kepada alim ulama serta kyai, membiasakan mereka untuk berjamaah dan bermajlis seperti dalam acara barzanji, diba’an, semaan atau takhtiman, semuanya merupakan ‘kurikulum’ yang baik dan perlu dipertahankan. Apalagi di masa sekarang, di mana tantangan dalam menjaga nilai akhlak dan agama menjadi hal yang semakin mahal, sudah sepatutnya kita berkewajiban untuk menjaga sanad adat kebiasaan tersebut dengan kuat, serta ‘nguri-nguri’ peninggalan ajaran para masyayikh dan kyai.
Oleh : Labib Fayumi